Fofo: Rakyat Papua yang di Pinggirkan Oleh Indonesia
Oleh, Andreas Yeimo*)
Aku adalah Papua. Suara dari kemiskinan tak pernah terwujud semenjak Republik Indonesia berdiri.
Tanah kami tanah kaya. Laut kami laut kaya. Mami tidur di atas emas. Kami berenang di atas minyak. Tapi itu bukan kami punya.
Semua anugerah itu buat Republik Indonesia, kami cuma berdagang hasil Bumi kami.
Kami tak mau bersalah pada anak-anak dan cucu kami ke depannya. Harus ada perubahan di masa ini.
***
Di atas itu rangkaian bait yang adalah isi surat dari masyarakat miskin di tanah Papua buat Republik Indonesia, yang kini beredar dalam bentul lirik lagu berjudul, Suara Kemiskinan itu.
Republik Indonesia, di mana undang-undang mu ? Adil hanya di atas kertas. UU dan segala hukum mu hanya penipuan belaka. Aku, masyarakat miskin yang bersuara yang sedang menderita di atas tanahnya sendiri. Kami rakyat miskin sedang menderita dan kalaparan di atas tanah kami sendiri.
Hasil bumi Papua milik kami, telah kau ambil. Sekarang sisa nyawa kami kau mau musnahkan. Lebih baik aku pisahkan diri sebelum kau mencabut nyawaku di atas tanah air ku sendiri.
Kau datang ke Papua bukan membawa kebenaran tetapi kau hanya mau mencari keuntungan. Kedatangan mu hanya karena kepentingan ekonomi belaka. Hai imperialis yang berada di Papua. Kau segera angkat kaki dari tanah air ku Papua.
Aku sekarang ini kau paksa supaya aku menganggap kau sebagai Ayah dan Ibu Negara. Tetapi, kau telah memotong laher anak tiri mu sendiri, aku, Papua.
Kau ingin aku tetap bersama kamu sebagai anak tirimu, tetapi kau mau aki tetap bersama kamu untuk kamu dengan pelan tapi pasti motong leherku ini hingga putus tak bernyawa di atas tanah air ku sendiri. Sehingga dengan itu, kau kuasai tanah air ku, kuasai semua kekayaan yang terkandung dalamnya untuk kepentingan dan ego mu.
Undang-Undang yang berlaku di tanah Papua sudah sangat fakta, lebih baik undang -undang dan Pancasila segera hapus dari tanah Papua jika itu sebagai perhiasan dan legalitas. Sementara hanya untuk demo damai saja, tidak diberi surat izin, malah dihadang dengan senjata lengkap bak perang, layaknya menyongsong tentara asing di medang perang.
Negara Indonesia pemerkosa hukumnya sendiri di Papua. Undang-Undang yang telah di buat tidak pernah dijalankan, hanya di simpan di lemari. Berarti mereka telah memerkosa Undang-Undang yang telah di buat dengan pertumpahan darah. Coba di pikirkan serta di refleksikan hai pemerintah Indonesia, dengarlah suara kemiskinan rakyat Papua.
Saya sadar, kemiskinan bukan jadi alasan utama kami menuntut hak kami untuk merdeka. Itu hanya dampak dari manipulasi dan aneksasi atas tanah air ku olehmu Indonesia, dulu, melalui PEPERA 1969.
Solusinya hanya Referendum di tanah Papua. Supaya rakyat Papua bisa bebas, berdiri sendiri, lepas dari upaya kemiskinan dan penciptaan ketergantungan agar kami semakin tergantung pada kau, yang sedang kau jalankan ini.
Kami ini ingin dan bisa menikmati semua yang menjadi milik kami, diatastanah air kami Papua yang tercinta ini dengan bebas merdeka. Indonesia, kami tidak minta kau datang hidup bersama kami dulu, kini, dan untuk selamanya.
Penulis adalah: mahasiswa Papua, kuliah di Yogyakarta
Tulisan in sudah pernah muat di: majalahselangkah.com/content/surat-kemiskinan-dari-rakyat-papua-buat-ri