photo anigifklll_zps3axosl7h.gif
» » Etika Berbisnis Ala Indonesia di Papua

Etika Berbisnis Ala Indonesia di Papua

Penulis By on Thursday, 29 January 2015 | No comments

Mama-mama Papua berjualan di pinggiran Trotoar jalan (Foto ist)



Oleh: Andreas M.Yeimo

Manajemen adalah : Seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain [1]. Etika berasal dari bahasa yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti  “adat istiadat” “atau kebiasaan”. Dalam kaitan ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat [2].

Manajem dalam Etika berbisnis, memiliki suatu starage yang sama dalam stakeholder yang berada di suatu wilayah, ketika kita meliahat  antara lingkungan alam dan Makluk Hidup (Manusia) sangat membutuhkan, artinya bahwa dari lingkungan alam  kita bisa mendapatkan sesuatu yang positif untuk memproduksi dan sebaliknya dari manusia juga kita bisa mendapatkan sesuatu yang positif untuk menghasil barang yang jadi, maka saling ketergantung antara lingkungan dan manusia saling bergantungan.

.****
Ketika kita melihat sistem etika berbisnis di wilayah  Papua, dan etika berbisnis di luar wilayah Papua sangat berbeda jauh, mengapa?  karena tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur terhadap perekonomian lokal di wilayah Papua.

Contohnya: masih saja terlihat mama-mama Papua berjualan di trotoar jalan bahkan  di pasar umum  tempat jualan, masih saja  terlihat  mama-mama Papua berjualan di lantai pasaran umum sehingga sedikit para konsumen yang berkunjung untuk membeli, sedangkan masyarakat non Papua (masyarakat pendatang) yang berjualan  mendapatkan  tempat untuk  jualan yang layak dan  baik sehingga bannyak konsumen yang mengunjungi untuk membeli.

Alat-alat teradisional seperti benda-benda budaya orang Papua tidak  boleh dijual atau diperdagangkan oleh penjual yang bukan orang asli Papua. Dengan demikian orang Papua bisa dapat merasakan manfaat ekonomis dari benda-benda budaya  yang dijual.

Maka pemerintah segera mengeluarkan Perda di wilayah  Papua mengenai pasar mama-mama Papua dan benda-benda budaya orang Papua harus di jual oleh orang asli Papua.

Banyak janji-janji politik pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (pemda) untuk membangun pasaar mama-mama Papua, tetapi semua itu belum bisa di buktikan.Pasar yang pemerintah pusat pernah membangun dan yang ada di Papua misalnya pasar Ispraktur Presiden (Inpres). Tetapi dengan datannya otnomi Khusus (Otsus) pasar tersebut  di hapus dalam struktur Presiden akhirnya program Inpres tersebut gagal mensejahtrakan masyarakat  Papua. Sekarang Presiden Jokowi dengan programa  yang mau membangun pasar mama Papua.

Contohnnya Joko Widodo meresmikan pembangunan pasar mama-mama Papua di Sentani dan Jayapura. Hal itu ditandai dengan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh presiden Joko Widodo di Sentani, Jayapura, Sabtu (27/12/2014) sebelum menggelar Natal Nasional [3].

Ketika jokowi ingin membangun pasar mama-mama Papua mengapa hannya membangun di ibu Kota Provinsi Papua, ketika Jokowi membangun pasar di sentani maka yang akan menikmati pasar tersebut hannya mama-mama Papua yang berjualan di ibukata Provinsi tersebut, sedangkan mama-mama Papua yang sama pula, berada di wilayah masing-masing kabupaten,  ketika jokowi ingin membangun pasar mama-mama Papua,  harus membangun di beberapa wilayah yang berada di Papua karena penderitaan yang di alami mama-mama yang berjualan di trotoar jalan semua penderitaan yang di alami sama.

Ketika kita melihat sistem pemasaran yang berada di tanah papua merupkan  akar dari berbisnis, karena barang –bararang yang di jaual merupakan hasil produksi dari tenaga manusia.

Contohnya makan lokal di papua (tidak bisa) di komsumsi oleh negara Jepang karena bukan makan pokoknya, kecuali bagi yang tertarik hati untuk merasakan  makanan pokok tersebut biasa mengumsumsi,  tetapi mereka mengomsumsi tidak untuk selamanya, begitupun masyarakt  asli di wilayah Papua, ketika kami mengomsumsi nasi  pasti merasa lapar, tetapi kalau kita mengomsumsi Sagu (Papua Pante) atau Petatas( Papua bagian Gunung) pasti akan terasa kenyang.

Bahan yang di produksi melalui pasar global misalnya barang sekunder, primer dan tersier bisa saja membawa perubahan dalam-dalam hidup  di komunitas pemasaran lokal karena daya tariknya kuat dengan menggunakan iklan di TV, Media masa, mading dan di betong, ataupun  persimpangan jalan.

****
Ketika kita melirik ke etika berbisnis dalam suatu perusahaan di wilayah Papua dengan berbagai contoh kasus perusahaan PT Freport Indonesia (PT.FI), telah gagal melindungi dan menyejahtrakan masyarakat pribumi di wilayah Papua, karena teori Peranan etika dalam bisnis : Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.Produk yang baik
2.Managemen yang baik
3. Memiliki Etika selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tsb.

Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. F I. :
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia.

Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.

Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.

Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis
 Teori etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.

Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku.

Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.

Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.

Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat Papua khususnya dan negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di Papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di Papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat Pribumi dapat menikmati SDA yang ada di bumi Papua [4].

****
Ada pernyataan kuat bahwa, telah terjadi  pelanggaran kemanusiaan yang hebat di wilayah Papua. manusia yang seharusnya dijunjung tinggi tidak junjung tinggi oleh negara Amerika dan Indonesia terhadapa rakyat pribumi di wilayah Papua. Cakupan di wilayah lingkungan sekitar area PT. FI. sangat mengerikan  ketika kita melihat  dengan adanya PT FI di wilayah Papua disitulah mulai membawa dampak negatif terhadap masyarakat pribumi yang tinggal di wilayah papua dan telah membawa  Pelanggaran Hak Asasi Manusia .

Contohnnya seperti: Seorang ahli antropologi Australia, Chris Ballard, yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail Abrash, seorang aktivis HAM dari Amerika Serikat, memperkirakan, sebanyak 160 orang telah dibunuh oleh aparat militer antara tahun 1975–1997 di daerah tambang dan sekitarnya. Pembunuhan tersebut berjalan dengan kemiskinan yang menimpa warga asli di Timika. Torry Kuswardono, dan Siti Maimunah menyebutkan, sejak tahun 1971, warga suku Amugme telah dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan. Tak pelak, sejak itu, perlahan tapi pasti, kondisi alam Amungme hancur melebur. Kehidupan suku Amungme, Kamoro, Dani, Nduga, Damal, Moni, dan Mee (Ekari) pun makin terhimpit kemiskinan dan kesengsaraan tanpa batas.

Tengok saja. Saat orang Papua mencari rezeki, menambang tailing di Kali Kabur Wanomen, mereka dihalau secara kasar oleh Satpam PT. Freeport dan aparat keamanan Indonesia, mereka ditembak dan jatuh korban. Tidak terbayangkan, yang mereka usir adalah saudara sendiri yang mencari secangkir rezeki dari limbah gunung kemakmuran milik mereka. Apakah untuk mendapat emas sebesar butir pasir di limbah industri PT Freeport, mereka malah kehilangan nyawanya!.

Rasa sedih menyergap manakala disadari ada kota modern, Kuala Kencana, dekat Timika, tempat para petinggi PT. Freeport bersemayam. Sementara 6-7 kilometer dari kota itu ada rumah yatim piatu Papua yang taraf kehidupannya sama seperti sebelum mereka “ditemukan”. Dalam radius itu, bisa ditemukan saudara-saudara kita yang masih mengenakan koteka. Entahlah. Kapan semua itu berakhir [5].

Untuk mengawaasi  penderitaan demi membeskan penderitaan  kaum termiskin dan terlantar di wilayah Papua, kita harus banyak belajar dari tokoh Muhamad Yunus yang dengan perjuangannya mendobrak tembok kampus, Melahirkan Gagasan Bisnis Sosial Kaum Termiskin. Dengan mendirikan Bank Kaum Miskin. Di negara Bangladesh yang salah satu negara di kawasan Asia Selatan yang tergolong negara miskin.

“Saya biasa merasakan gelora dalam menguliahi mahasiswa-mahasiswa saya mengenai teori-teori ekonomi elegan yang dianggap bisa mengatasi segala macam persoalan kemasyarakatan. Tetapi di tahun 1974 itu, saya mulai muak dengan apa yang saya ajarkan. Apa hebatnya teori-teori rumit itu manakala orang-orang tengah sekarat kelaparan di trotoar dan emperan seberang ruang kuliah tempat saya mengajar” [6].

Dengan melihat perjuanag Muhamad Yunus,  semoga ada jiwa nasionalis yang berasal dari Papua untuk bisa mendobrak Perubahan dan melindungi kaum  miskin terlantar di bidang ekonomi,  seperti  yang di alami oleh mama- mama Papua yang sedang menderita di perimpangan jalan dan perusahan yang meraja lelah di wilayah Papua dengan tujuan menghabiskan SMD dan merugikan SDA masyarakt pribumi setempat.

Untuk melihat perjuangan yang berada keselematan Tanah dan manusia kita bisa belajar dari toko Ockar Romero (EISalvador), Juan Evo morales Ayam (Bolivia), dan Rigoberta Menchu tum (Guatamalaya), kebenaran hakiki adalah hidup bebas di tanah airnya sendiri dengan memiliki tanah air warisan nenek moyang nya tanpa ada pelanggaran hak asasi manua (Pembantaian masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang dianggap menentang rezim militer dan korup [7].

Semoga ada Jiwa Perlawaan terhadap kaum kapitalis dan kolonialis yangberedar di wilayah papua  dengan tujuan mengambil hak wilayah untuk kepentingan ekonomi pribadi serta membawa penyakit dari limba atau asap dari perusahaan yang menguasaaai pribumi Papua.

Semoga pemerintah tidak membisu melihat lagi masyarakat pribumi stop mendatangkan perusahaan asing transimigrasi di wilayah Papua.

Salam Revolusi,terhadap  perubahaan Tanah dan Hak Asasi Manusia.

Andreas M. Yeimo Mahasiswa Papua Kuliah di Yogyakarta.

Referensi:

[1]. Keraf Sonny. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinnya, 1998.

[2]. Pengertian Manajemen Wakipedia Bahasa indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen.

[3]. http://majalahselangkah.com/content/jokowi-resmikan-peletakan-batu-pertama-pasar-mama-mama-papua.




[7]. Dumupa Odiyaipai Yakobus. Mengenal dan Belajar dari Pemimpin Besar, 2012


Baca Juga Artikel Terkait Lainnya