photo anigifklll_zps3axosl7h.gif
» » FKPMKP Menggelar Diskusi Menanggapi Pernyataan Uskup Jayapura

FKPMKP Menggelar Diskusi Menanggapi Pernyataan Uskup Jayapura

Penulis By on Monday, 24 March 2014 | No comments



Yogyakarta Pelita Papua- Dengan menanggapi pernyataan Leo Labladjar, OFM Uskup Jayapura yang mengatakan isu pelanggaran HAM  terkait Pidato Perdana Mentri  VanuatuVanuatu, Moana Carcasses Kalosil, dalam sidang HAM PBB 4 maret lalu FKPMKP menggelar diskusi bertempat di, kantin Sanata Darma Minggu 16-03-2014.




Ketua Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Katolik Papua ( FKPMKP) Maikel Tekege yang membuka dikusi, sekaligus  menaggapi pernyataan Uskup Jayapura bahwa : “Gereja ada untuk keselamatan manusia sendiri. kita sudah tau bahwa geraja mengalirkan aliran dari Yesus pemimpin agama setempat harus menjalankan ajaran itu, jikalau benar uskup mejalani aliran gereja. Bukan hayanya dengan kata-kata saj kita menghobat di mimbar, tetapi kita harus turun melihat di masyarakat  HAM  yang terjadi di Papua. Seharusnya uskup harus mengucapkan syukur kepada pemerintah Vanuatu karena masalah yang di bahas adalah masalah umat dari paus tersebut. Uskup harusnya berbicara dengan Jujur kerena melalui uskuplah kami bisa melihat terang Yesus Kristus.”

Lanjutnya Tekege mengatakan bahwa “Uskup sudah lari dari tugas,  kadilan, dan kebenaran yang terjadi di tanah Papua. Agar supaya kedepannya  uskup tidak keliru dengan mengangapi  masalah yang terjadi di tanah Papua.”  Ujarnya di sela diskusi minggu siang tadi.

Ada beberapa tanggapan dari beberapa Aggota FKPMKP yang ikut dalam diskusi minggu siang tadi.
Salah satu mahasiswa yang berasal dari Oksibel Piteng Uropdana  menanggapi pernyataan dari  Uskup Jayapura bahawa: “ Dengan alasan yang tidak jelas uskup Jayapura ia Menutup diri agar supaya uskup ia tidak  di ketahui oleh TNI dan Polri untuk menyelamatkan diri sendiri  dari beribu umat yang sedang di tindas dari HAM. jika melihat dari kebenaran dia sudah salah, seharusnya Uskupl yang harus memberi nilai kebenaran. Uskup  dia memekirkan diri sendiri dari pada umatnya.” Tegas Uropdana pada diskusi minggu siang tadi.

Salah satu Mahasiswi  yang berasal dari Sorong Kabupaten Maibrat Yulita Mate menanggapi pernyataan dari uskup Jayapura bahwa “Ketika di pandang dari pihak ini merupakan pihak gereja yang seharusyan di laksanan tetapi ia sudah menyagkal,  jika di pandang dari iman katolik tentang kebenaran sudah tidak ada, seharusnya ia harus menyuarakan agar supaya Dunai bisa mengatahui akar masalah tersebut.  Lebih baik uskup jujur karena faktanya memeng pelanggaran HAM sudah terjadi banyak di bumi Papua. Ujar Yulita siang tadi pada sela sela diskusi.

Salah satu Mahasiswa yang berasal dari Pegunungan Bintang  Frans Kasipmabin menanggapi bahwa : “Uskup memeng sudah tau masalah ham di Papua karena ia sudah mengapdi sangat  lama di tanah Papua. Seharusnya peran geraja sangat penting untuk berbicara di depan militer atau apapaun harus di bicara jikalau kau benar-benar uskup bertindak lah sesuai dengan misi Gereja Katolik. Memang fakta yang terjadi sementara ini gerja diam diri. Vanuatu bicara mau merdeka,  yang jadi masalahnya mengapa uskup tidak tau atau ia menyaggal dengan kata kata saya tidak tau dengan tex pidato. Hal sepeti ini merupakaUskup ini harus diganti secara cepat karena ia menciderai rakyat yang sedang menderita diatas tanahnya. Masalah ini harus di di bahas di Publik agama katolik karena uskup benar-benar sudah menyagkal umatnya.Uskup dan gereja hanya hirarki rakyatnya, tidak serius mengajarkan umatnya misi ajaran kristus di Tanah Papua.

Salah satu Mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Dogiyai Hery Tebay menanggapi Pernyataan Uskup Jayapura bahwa : “ Uskup Jayapura  seakan-akan baru bangun dari tidur masalah ini tidak seharusnya di bahas di negara ini saja karena ini merupakan masalah HAM. Pantas di bicarakan di Papua kerena Papua mau merdeka. Uskup seharusnya di ganti status hirarki gereja cinta kasih dan harus melihat HAM di Tanah Papua. Mengapa di Tanah Papua tidak ada orang Papua yang menjadi uskup padahal banyak orang-orang intelektual Katolik yang berada di  Papua Misalnya Pater Neles, Pater Nato Gobay  tetapi mengapa hanya orang Timur-Timur,  Key dan Jawa  yang   menjadi uskup di Tanah  Papua. Uskup orang Papua  harus ada supaya ia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan menyampaikan firman Tuhan dengan situasi budaya setempat yang ada.” Ujar Tebay pada diskusi Minggu siang tadi. (Andreas  Yeimo/Pelita Papua)
                                                                                                                                                        






Baca Juga Artikel Terkait Lainnya