photo anigifklll_zps3axosl7h.gif
» » Seandainya Saya Berkulit Sawoo Mateng ??

Seandainya Saya Berkulit Sawoo Mateng ??

Penulis By on Saturday 27 February 2016 | No comments

Foto ist

Oleh: Andreas M. Yeimo

 
Tak terasa sudah akhir pekan,  hari sabtu, lihat  jadwal kuliah, sisa 2  SKS (Sitem Kredit Semeste) waktu  sudah Pukul,  08:40 WIB,  jam untuk memulai  perkulian baru dimulai.


Mata kuliah hari ini  Pendidikan Kewarnegaraan. Dosen memulai dengan menjelaskan sebuah materi, dengan sub pokok pembahasan  “ Identitias Kepribadian Dalam Negara Indonesia.”


Pemaparan materi dari dosen kepada masisiwa  mulai berlangsung, materi tersebut di jelaskan menggunakan sistem  Induktif ke Deduktif,  yang artinya dosen menjelaskan permaslahan negara yang besar, hingga membahas permasalahan negara yang kecil.


 Dosen memberi contoh   “Di negara kami  Indonesia ada  dua rumpun yang menduduki negara ini yaitu  rumpun Melayu dan rumpun Negroid.” Kata dosen saat menjelaskan materi  Kewarganegaraa tersebut.”


 Dalam ruang kelas tersebut,  ada seorang pria yang bernama Sampri,  yang juga  ikut mengampuh mata kuliah Pendidikan Pancasila.  Ternyata  Sampari tersebutlah yang di bilang ras Negroid,  karena rambutnya keriting  dan  kulitnya hitam, yang berasal dari Papua.


 “Saya ini ras Melanesia, bukan Negroid atau berkulit  Sawo Mateng.” Ujar  perasaan Sampari, yang tidak  sempat menutur perasaanya  di dalam ruang kelas.


Dosen melirik   lalu melampirkan, beberapa pertanyaan kepada Sampari:


Dosen: “ Maas kamu yang dari Papua, Nama mu siapa??


Sampari: “Saa puu nama Sampari !!!”


Dosen:  “Sampari itu pemberian dari  nama Baptis atau pemberian nama adat setempat??” tanya balik dosen dengan irama nada yang tegas.


Sampari: “Sampari itu nama Binting Kejora pake Bahasa daerah Biak”


Dosen:  “Manusia kook pake nama Bintang sii??”


Sampari: “Ia karena saya lahir  tanggal 1 Desember 1996, dimana orang Papua memperingati hari lahirnya Bintang Kejora,  makanya kedua orang tua, kasih nama saya sampari.” Ujarnya dengan tutur yang tegas.




Topik perbincangan semakin memanas, materi yang dosen bahas tetang Ras tersebut,  suu traa jadi,  karena   panasaran, dengan  hari kelahirnya  sampari yang bertepatan dengan hari lahirnya Sang Bintang Kejora.” Percakapan  terus berlanjut.




Dosen:  “Kau biasa melihat OPM yang baku tembak denga TNI di Papua atau  tidak??”
Sampari: “Ia Hampir tiap Bulan  saa pernah  Melihat berbagai macam Kasus pembunuhan  yang  di lakukan oleh TNI dan POLRI terkait dengan Pelanggaran HAM yang tak pernah di selesaikan oleh negara ini.”


Dosen: “ Kalau begitu kau juga  termasuk OPM yaaa??”


Sampari: “ Saya Bukan OPM (Organisasi Papua Merdeka), Teroris,  Pengacau, tetapi indentitas saya jelas Mahasiswa Papua. Kalau saya OPM,  pasti saya berda di hutan rimba raya , pergi bergerilyawan, menuntut Revolusi total di Tanah Papua.”


Dosen: “Kau ingin Papua merdeka  atau tidak?”


Sampari tiba-tiba diam, merenung dan ingat kembal kata Sang Revolusioner asal  tanah Papua, Filep Karma,  dalam bukunya yang berjudul Seakan Kitorang Setengah Binatang sempat mengutip bahwa     “ Kalau Kau orang  ingin Papua merdeka, katakan kepada orang lain saya ingin Papua merdeka.”    Tak sabar sampari inging menjawab pertannya dosen, sesuai dengan pesan filep.


Sampari:”Saya Ingin Papua Merdeka.”


Dosen: “Kenapa kau ingin Papua lepas dari NKRI (Negara Kesatauan Republik Indonesia).     Sementara ini  NKRI  memberi  uang yang begitu besar yaitu otsus (Otonomi Khusus) kepada Papua,  seandainya kau selesai kuliah dari sini, kau  pulag ke Papua  jadi PNS (Pegawai Negri Sipil)  nanti kau bisa nikmati uang tersebut , kau bisa biyaya keluarga,  membeli rumah, mobil dll.”


Wajah sampari  Melotot dosen tak menanggapi pertannyaan dosen yang sekakan menipu perasaan sampari, dengan uang (KAPITAL).”   akhirnya percakapan pun berakhir.


****.
Seorang  diri terasa Asing,  karena Samparilah yang menjadi objek dari sumber informasi di tengah teman-teman yang berkuit,  Sawo Mateng di dalam ruang kelas.


Seandainya saya pun orang Indonesia, yang berkulit  Sawo Mateng,  yang bisa berbahsa  Jawa,  pasti dosen tidak tannya saya, seperti pertannya  diatas.”  Ujir Sampari yang tersimpan di benak pemikirannya.


Sampari sempat mengungkapakan, di sela-sela kekecewaan dirinya terhadap dosen yang  menkotak kotakkan Indonesia dan Papua.
Hari ini saya  menang dalam ruang kelas, karena  saya  bisa mengungkapkan  sama dosen dan teman-teman di dalam ruang kelas,  bahwa PAPUA INGIN MERDEKA.”tututur sampari dengan senyum.


Waktu sudah pukul: 10:20 WIB.  jam mata kuliah kewarganegaraan yang 2 SKS itu  berakhir,  dosen menutup perkuliahan denga doa dan memberi sapaan kepada mahasiswa, “Sampai jumpa lagi  Minggu depan.” Ujar dosen menutup pertemuan hari itu.
Sekian dan Terimah kasih
...............TAMAT..............


Penulis adalah Mahasiwa Papua Kuliah di Yogyakarta



Baca Juga Artikel Terkait Lainnya