Oleh: Andreas M. Yeimo
Sebuah Refleksi terhadap situasi pendidikan di tanah Papua.
Orang menganggap Papua sebagai salah satu daerah terpencil dan
tertinggal di bidang Pendidikan dan juga semua bidang. Banyak sarjana
pemuda dan pemudi Papua yang sudah menyelasaikan pendidikannya di
tanah Papua maupun di luar Papua. Tetapi hanya sedikit yang ingin
mengabdi menjadi guru. Semua Sarjana melarikan diri ke pemerintahan
dan banyak juga yang terjun ke dunia politik. Gelar yang dimiliki
mahasiswa Papua, hanya digantungkan di samping dada kanan, dan di pasang
pada Baliho Politik yang besar- besar di tanah Papua.Di beberapa pelosok pedalaman Papua disana, ada beberapa personil TNI dan Polri yang sedang mengajar di beberapa daerah, misalnya di Pesisiran Pantai Papua yaitu: di Biak bagian kampung dan di pegunungan Papua yaitu di Kab. Puncak Jaya.
Tidak salah, jikakalau TNI dan POLRI yang mengajar di tanah Papua. Karena tiap tahun ratusan bahkan ribuan mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan di jenjang studi, S1, S2, dan S3. Semua mahasiswa Papua maunya mencari kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Tidak mengutamakan kepentingan umum.
Walaupun didikan yang di berikan TNI dan Polri itu sangat menyakitkan di nadi ini. Tetapi apa boleh buat, tidak ada manusia Papua yang mau memanusiakan, manusia di Papua.
Ajarilah didikan mu itu kepada adik-adik mu, yang masih membutukan didikan dari anda, yang anda peroleh saat ini.
Di beberapa pelosok pedalaman Papua, ratusan bahkan ribuan gedung sekolah yang di bangun oleh pemerintah daerah tetapi kurangnya tenaga kerja Guru.
Banyak sisiwa-siswa yang berminat sekolah tetapi Tenaga gurunya kurang. Banyak Alat Canggih eloktronik yang di datangkan dari luar daerah Papua yang di berikan bantuan oleh Pemerintah Daerah di sekolah-sekolah pelosok pedalaman Papua. Tetapi tidak ada tanaga yang ingin untuk beroperasi. Aku merasa sakit dan sakit di bidang pendidikan dan aku membutuhkan obat di bidang pendidikan di Tanah Papua.
Tiap-tiap tahun, bulan hari detik menit guru-guru di tanah air Papua berkeliaran di kota terus- menerus. Tujuan utama mereka yaitu mengurus diri kepentingan pribadi, terutama di bidang ekonomi, pergi mengurus Partai Politik, bahkan mereka melupakan dan meninggakan tugasnya untuk mengajar.
Guru-guru yang didatangkan dari luar Papua pun sama tindakanya. Mereka tidak pernah mengabdi dengan baik. Sesampai di tempat tugas terutama di pelosok pedalam Papua, mereka langsung membangun kios kecil di depan rumah mereka lalu mulai bisnis. Inilah sifat dan tujuan utama guru pendatang di tanah Papua, bukan mengajar melainkan mencari keuntungan dan kesejahtraan pribadi mereka.
Tak kala jauh beda guru-guru asli Papua dan guru-guru pendatang di Papua, jika di pandang dari kaca mata pendidikan, maka mereka tidak mencintai dengan beribu gedung sekolah yang di bangun, Tatapi mereka cinta ekonomi Papua.
Dana otonomi khusus yang jumlahnya triliunan rupiah harusnya membangun sekolah dasar Misalnya SD, SMP, SMA yang berpola asrama, bukan untuk membiyayai mahasiswa Papua.
Apa gunanya ketika Pemerintah Papua membiyayi mahasiswa Papua, dengan cara memberikan beasiswa, memberikan gaji perbulan, bahkan langsung mengeluarkan mahasiswa Papua tersebut ke luar Daerah dan luar negri. Sedangkan dasar Pendidikan yang ditempuh pada saat SD, SMP, SMA kosong .
Banyak sekolah tua di kampung-kampung di pelosok pedalaman Papua, jika Pemerintah Daerah memiliki mata, agar supaya bisa melihat dan membangun Pendidikan Dasar, menyediakan guru asli orang Papua. Jangan membangun gedung sekolah tetapi tenaga kerja, guru itu yang harus di utamakan dengan kekhususan yang diberikan di era Otonomi Khusus. Siapa yang akan mengabdi atau mengajar di tanah air Papua ketika pemerintah membagun banyak gedung.
Ingat bahwa ketika kami mau melawan, kami harus melawan sistem Penjajah bukan melawan Simbol Penjajah. Sistem yang di maksud kami harus mendidik adik- adik kami, supaya mereka juga bisa maju dan bersaing dengan orang lain. Lalu mereka bisa melawan sistim penjajah, melalui cara damai. Tak ada gunanya kami mahasiswa Papua semua lari, ke sistem Pemerintahan Indonesia dan kami terikat dengan sistem pemerintahaan, lalu menjadi es batu yang kena panas langsung mencair bukan menjadi S1 yang bisa bertahan dan membuahi banyak orang .
Kami Bangsa Papua, mau bangkit, berdiri, dan mau melihat bulan, di angkasa seperti Bangsa lain yang terdahulu melihat Bulan di Angksa.
Penulis adalah Mahasiwa Papua, Kuliah di Univertitas Teknologi Yogyakarta.
http://suarapapua.com/2014/02/pendidikan-yang-lumpuh/