Judul : Gus Dur Guru Papua
Penulis : Titus Pekei
Tahun Terbit : 2014
Tebal Halaman :
xxviii+300
Penerbitan : PT. Suara Harapan Bangsa
Buku "Gus Dur Guru Papua" adalah buku kenangan dari
masyarakat adat Papua untuk guru bangsa.
Bila kita mengikuti masa kepresidenan Abdulrahman Wahid yang singkat ( 20
Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001), bangsa ini pantas menyebut Gus Dur sebagai
guru sebagai “bapak demokrasi
Indonesia.” Karena dalam diri Gusdur ada nilai-nilai plurualisme, cultural,
toleransi, pendamai, pemersatu, sekaligus pembebas. Kesimpulan itu bukan dari
sudut pandang subjektif namun dari sudut pandang yang lebih objektif karena
beliau memang mempunyai jiwa membangun bangsa.
Titus Pekei, putra asli Papua. Dilahirkan di meuwo pedalaman
pegunungan di Tanah Papua, tepatnya di Pinggir Danau Tigi, Kabupaten Deiyai.
Dia menyelesaikan pendidikan secara berjenjang di Sekolah Dasar Inpres, ekolah
Menengah Pertama YPPK Santo Fransisikus Xaverius di Wakeitei serta SMA YPPK
Teruna Bakti Jayapura, ia melanjutkan studi di Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
(2012/2013) selesai dengan predikat Excelent. Studi Pasca Sarjananya
diselesaikan dari Jurusan Perencanaan, Program Studi Ilmu Lingkunagan, Kajian
Hukum Lingkungan Universitas Indonesia, 2006/2007 dengan predikat Cumlaude.
Dia merupakan pendiri dan Ketua Lembaga Ekologi Papua serta
aktif di berbagai organisasi akademis, kemasyarakatan dan pemerintahaan di
Jakarta maupun daerah. Ia sering diundang menjadi peserta, moderator dan
narasumber dalam berbagai kegatan ilmiah. Ia juga aktif sebagai Pendiri dan
Pembina Buletin Cermin Papua, 2009.
Karirnya Juga dihabiskan sebagai pengajar tidak tetap di
beberapa perguruan tinggi di Papua dan Jakarta serta sebagai peneliti Warisan
Budaya Takbenda dan Peneliti Ekologi Papua. Saat ini dia dia sedang proses
menjadi Dosen Tatap di Universitas Pancasila Jakarta.
Naskah yang pernah disusun antara lain, Manusia Mee di Papua
2008; Mepoya, Inii Umi-Tou Teta Nitopai (Allah, Ajarilah Kami Cerita
Kehidupan), 2010; Pengatur Rakyat Indonesia, Adil, Aman dan Sejahtra, 2010
Otsus Papua Untuk Siapa, 2009, Gus Dur Guru Papuani, 2010. Dan berbagai makalah
akademis dan non-akademis. Berikat ini isi kutipan buku yang berjudul Gu Dur
Guru Papua.
Guru bangsa seperti Gus Dur memang “dinilai aneh” segala
kebijakannya dianggap berani. Bangsa Indonesia menyaksikan sendiri kepiaiawaian
Gus Dur sebagai guru bangsa yang tak ada duannya di Indonesian, pada khususnya
dan dunia pada umumnya. Khususnya bagi warga bangsa dalam alam pikiran
masyarakt adat tanah Papua, Presiden Keempat Republik Indonesia ini memiliki
sikap keberpihakkan dialogis dan manusiawi tanpa melahirkan kebijakan progmatis
represif-militeristik.
Kala dia menghadiri acara menyongsong Tahun Baru 1 Januari
2000 bersama masyarakat tanah papua di kota Jayapura dalam penutupan abad ke-20
pada 31 Desember 1999. Disana Gus Dur mengeluarkan sebuah kebijakan berani
dengan mengembalikan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Kebijakan berani Gus Dur di tetapkan secara yuridis formal
melalui UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus (otsus) Bagi Provinsi Papua sekalipun
UU itu di tetapkan oleh penggantinya Presiden Megawati Soekarnoputri.
Maslah masalah tanah Papua yang sejak 19 Desember 1961
terbungkam, akhirnya terbuka. Bukan hannya terbuka bagi rakyat Papua tapi juga
sangat berguna bagi kejayaan bangsa Indonesia.
Tangisan ketika mendengar kabar bahwa Presiden Republik
Indonesia IV KH. Abdurrahman Wahid telah meninggal dunia. Namun apa yang
ditinggalkan akan menjadi semangat penerus pemimpin bangsa dan warganya.
Menarik isi buku ini yaitu tidak sekedar ingin mengenang Sang
guru Papua” tetapi lebih jauh lagi sebuah protes akan kerinduan untuk melihat
Papua yang damai, tentram, makmur dan berkeadilan.
Buku yang ada dihadpan pembaca ini tidak hanya memberikan
kenangan masyarakt Papua akan sosok Gus Dus, namun juga sebagi pengetuk hati
terhadap pemerintah saat ini untuk lebih berpihak dan menyapa kembali
masyarakat papua dengan pendekatan kemanusiaan dan keadilan.
Saya menanggapi buku ini semoga dengan semangat Gus Dur yang telah merubah nama Irian Jaya
menjadi Papua kita buka ruang Demokrasi dan Penghormatan Hak Asasi Manusia
(HAM) di tanah Papua. Satukan barisan untuk menyuarakan ketidak adilan di tanah
Papua. “Melawan Lupa.”
Andraes M. Yeimo Mahasiswa Papua Kuliah di yogyakarta