Oleh: Andreas M. Yeimo
ini tulisan lanjutan dari sebelumnya, Papua dalam Bidikan
Kapitalisme.
Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh, penulis ingin
mengartikan beberapa inti kata dalam artikel berikut ini. Kolonialisme adalah
pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas
negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga
kerja, dan pasar wilayah tersebut [1]. Militerisme adalah suatu pemerintahan
yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan
mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin
kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat [2].
***
Pergantian masa jabatan Presiden Republik Indonesia dari rezim
Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo telah berlangsung beberapa dekade di
akhir tahun 2014. Orang Papua harapkan perubahan. Tetapi masih saja terdengar
dentuman senjata aparat keamanan yang menembak warga sipil di Kabupaten Paniai,
dan di awal tahun 2015 terjadi penyiksaan terhadap ratusan warga sipil di area
pertambangan PT. Freeport Indonesia (PT. FI).
Militer Indonesia terus bertindak brutal. Penembakan yang
terjadi pada Minggu (7/12/2014) di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten
Paniai, sebuah kejadian aneh yang membawa 5 nyawa manusia (warga sipil Papua)
melayang dan 6 orang lainnya luka-luka, [3] dan pada awal tahun 2015 di area
PT. FI, Polda Papua telah menurunkan kekuatan sedikitnya 1.576 personil
gabungan polisi dan TNI untuk mengejar pelaku penembakan. Hingga malam Kamis
(8/1/15), Polisi telah menangkap 65 warga dan menembak satu warga atas nama
Yondiman Waker [4].
Dengan gagalnya Jokowi melindungi nyawa rakyat Papua, ia
juga kini punya kewajiban untuk mengungkapkan pelaku kasus penembakan di Paniai
dan menghapus sistem militerisme yang sedang merajalela di wilayah Papua. Bila
mungkin, mencabut izin pertambangan PT. FI.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,
tetapi demokrasi itu juga dikendalikan stakeholder ekonomi kapitalis dan Negara
ini melalui militernya di wilayah Papua.
Penangkapan dua wartawan asing yang ke Papua dengan tujuan
meliput berita tentang pelanggaran hak-hak sipil masyarakat di wilayah Papua
oleh oknum militer Indonesia; menangkap secara paksa para pemimpin demo damai
warga saat warga ingin mengungkapkan pendapat di muka umum; buku-buku tentang
Papua dilarang untuk diperjualbelikan di toko buku dan tempat umum; semua ini
contoh bukti tidak adanya demokrasi di Papua.
Diskriminasi antara ras mulai nyata antara masyarakat yang
berkulit putih, berambut lurus dan berkulit hitam berambut keriting.
Diskriminasi antara agama yang satu dengan agama yang lain
mulai nyata terjadi. Pada saat Jokowi dilantik menjadi presiden RI, lalu
jabatan yang ditinggalnya (Gubernur Jakarta) diganti oleh Ahok, banyak
masyarakat yang protes agar menurunkan Ahok dari jabatan dengan alasan Ahok
beragama Nasrani.
***
Sistem pemerintahan Pusat dan di sistem pemerintahan Daerah
(Pemda) di wilayah Papua sangat berbeda. Semua penyelewengan pemerintahan di
Papua dibiarkan begitu saja tanpa kontrol dari pusat.
Misalnya, pejabat tinggi Papua ketika korupsi uang baik itu
dana Otsus, APBD dan APBN, dibiarkan begitu saja. Tidak diproses dan diadili
sesuai hukum yang berlaku. Mengapa demikian? Selama ini pusat berkilah, ketika
Pemda setempat diproses secara hukum dan diadili, maka oknum pejabat Pemda
tersebut selalu mengungkit masalah politik Papua merdeka.
Sistem pemerintahan yang digunakan di Papua bisa disebut
sebagai sistem pemerintahan keturunan,
ketika seorang pejabat yang marganya Kayame (Suku Mee) menjabat sebagai
kepala daerah, maka jabatan yang akan diberikan semua marga Kayame dan dari
lingkungan Mee.
Kejujuran dalam menilai kapasitas dan kapabilitas setiap
orang untuk penempatan kerja dalam dunia pemerintahan sudah tidak ada di Papua.
Umumnya, kepala daerah membagi jabatan dengan marga yang sama atau dengan
sesuku dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya, untuk melindungi dan menutupi
indikasi korupsi dan memperlancar proses sembunyi diri. Maka pemimpin yang
disiplin, jujur hati dan pintar dalam dunia pemerintahan untuk membangun Papua
tidak dipakai, yang ada hanya pemimpin yang jiwa korupsi.
Uang hasil korupsi disimpan untuk membayar dan mencari massa
untuk mencalonkan diri di periode berikutnya dan untuk yang lain-lain. Kita
semua tahu itu.
Ini yang akhirnya dialami rakyat Papua: kaya tetap kaya dan
yang miskin tetap miskin. Yang dijajah tetap ditindas, dan yang menjajah makin
berkuasa. Rakyat Papua semakin sulit untuk bangkit dengan kerja-kerja halal,
kecuali bila ikut basah bermain di dalam sistem yang telah berakar-urat.
Masyarakat Papua hanya membisu ketika dirampas hak-hak sipil dan politik.
***
Penjajahan masuk melalui pintu Pendidikan mulai nyata
seperti di sekolah Dasar (SD) mulai dari berpakaian anak-anak SD, cara mendidik
anak dan sistem kurikulum yang digunakan semakian nyata dilakukan dengan sistem
Militerisme Indonesia, untuk memaksa meng-Indonesia-kan orang Papua.
Lihat. Siswa semenjak SD sudah dibiasakan mengenakan seragam
berwarna Putih dan Merah, setiap hari Senin siswa ikut upacara bendera. Semua
yang dilakukan merupakan penanaman nasionalisme Indonesia di hati orang Papua
sejak usia dini (PAUD). Lihatlah pendidikan di pulau Jawa. Jarang sekali kalau
siswa mengadakan upacara di sekolah setiap hari Senin pagi.
Kurikulum yang sementara ini digunakan adalah kurikulum
terpusat. Tidak ada rangkulan kearifan lokal di dalamnya. Juga ini persoalannya
di Papua: militer mengajar. Padahal, mereka tidak berpengalaman dalam praktek mengajar di bidang keguruan.
Konsekwensinya, hasil dari proses pendidikan kita di Papua
mengarahkan para lulusannya untuk menjadi DPR, Bupati, Camat, ingin menjabat
dengan jabatan dan kedudukan yang tinggi, tetapi untuk punya mobil, uang, rumah
mewah, dan yang sejenisnya. Sistem pendidikan kita di Papua tidak mengarahkan
kita orang Papua untuk memahami persoalan Papua dan menumbuhkan keprihatinan
yang pada gilirannya membangkitkan pemikiran akan tanggungjawab sebagai anak
bangsa untuk memperbaikinya, tanpa pikir gelar, jabatan, kehormatan.
Ketika memandang rakyat Papua di era Otsus, fakta kemiskinan
ditinjau dari aspek ekonomi, kesehatan dan pendidikan telah menjadi bukti
konkrit bahwa Indonesia telah gagal dalam mensejahterakan orang Papua. Seperti
yang dikutip dalam buku karya Markus Haluk:
"Hak atas Ekonomi, masyarakat Papua masih terus
bergumul dengan persoalan kemiskinan diatas tanah yang menghasilkan devisa
besar bagai pendapat nasional negara Indonesia. Pada tahun tahun 2009, masyarakat
Papua kembali dikejutkan dengan bencana kelaparan di Kabupaten Yahukimo.
Sebagaimana dilaporkan Gereja setempat, 96 orang telah meninggal dunia. Dalam
tahun yang sama pula terjadi bencana bencana kelaparan di Puncak papua. Akibat
kelaparan ini sekitar 12.000 jiwa menjadi korban di Distrik Agandugume
Kabupaten Puncak Papua.
Hak Atas Kesehatan, ibu dan anak sangat memprihatin di papua
amat memprihatinkan. Karena Otonomi khusus yang telah berjalan tidak
menyelesaikan persoalan kesehatan di Papua karena mengakibatkan sebanyak 173
orang meninggal dunia karena terserang wabah kolera di Moanemani, Kabupaten
Dogiyai, selama April sampai Juli.
Hak atas pendidikan, nampak mengecewakan. Banyak persoalan
muncul di lingkungan yang kurang direspon serius oleh pemerintah, bahkan
pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan sangat kurang bergerak cepat dalam
melindungi dan menjamin akses pendidikan bagi anak-anak Papua. Dari urusan
birokrasi, tenaga pengajar atau guru hingga sarana dan fasilitas pendidikan.
Pemerintah dan negara gagal dalam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
anak-anak dan generasi muda Papua untuk
mendapatkan hak pendidikan yang layak.
Indonesia gagal mengindonesiakan Papua karena sampai saat
ini semua derita, ironi, tragedi yang dilakukan oleh kaum Kolonialisme itu
tidak terbukti, maka masyarakat di wilayah Papua menuntut agar kebebasan itu
terwujud." [5].
***
Untuk meretas tali merah penjajahan yang identik dengan
eksploitasi SDA Papua dan pemarginalan orang asli Papua dalam segala aspek disertai
upaya-upaya pemusnahan, yang dibangun oleh negara Indonesia dan Amerika di
wilayah Papua Barat, maka perjuangan pembebasan Papua Barat adalah solusi. Tapi
ia butuh suatu persatuan yang kuat dalam garis perlawanan.
Untuk menambah referensi perjuangan perlawanan pembebasan
Papua Barat, harus banyak belajar dari
beberapa tokoh yang telah berhasil melawan, mengusir, dan membebaskan bangsa
yang telah dijajah. Baik bila baca karya Yakobus Odiyaipai Dumupa, "Belajar
dari Pemimpin-Pemimpin Besar".
Mohandas Karamchand Gandhi (India), Kebenaran Hakiki adalah
hidup bebas di tanah airnya sendiri tanpa ada penjajah (Kolonialisme) dari
bangsa lain. Karenanya, ia tidak menghendaki penjajah Inggris atas bangsa India
dan oleh karenanya ia menentang penjajah tersebut.
Bagi Fidel Alejandro Castro Ruz (Kuba), Hugo Rafael Chaves
Fraias (Venezuela), Subcomandante Marcos (Mexico), Ernes GuevaraLinch de la
Sarne (Argentina, Kuba, Bolivia) dan Muhamad Ahmaddinejad (Iran), Kebenaran
Hakiki adalah hidup dengan kepala tegak dan keinginan sendiri di negerinya
sendiri tanpa ada campur tangan dari negara kuat seperti (Amerika Serikat,
sebagai negara penganut paham neoliberalisme), apalagi harus melayani
kepentingan Neoliberalisme Kapitalisme yang menguntungkan mereka (sambil merugikan
rakyat di negara-negara lemah). Karenanya mereka menentang campur tangan
Amerika Serikat dan sekutunya di negara mereka demi menyelamatkan negara dan
rakyatnya[6].
Banyak yang membicarakan kemerdekaan pembebasan bangsa Papua
Barat, tetapi sedikit yang menyuarakan. Sadar bahwa Bangsa Papua sedang dijajah
adalah obat untuk melawan dan mengusir
tirani Kolonialisme dan Militerisme Penjajah dari atas tanah Papua.
Derita negeri yang selama ini kita lihat adalah pembunuhan,
penyiksaan, pemerkosaan dan perampasan hak wilayah, termasuk hak untuk
menentukan nasib sendiri Bangsa Papua. Tetapi yang lebih menyakitkan adalah
ketika masyarakat Papua tidak pernah merasa bahwa kita sedang dijajah oleh
bangsa lain. Itu wujud penjajahan sempurna!
Penulis adalah, Mahasiswa
Papua Kuliah di Yogyakarta
____________
Referensi:
[1]. Pengertian Kolonialisme wikipedia Bahasa Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolonialisme
[2]. Pengertian Militerisme wikipedia Bahasa Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Militerisme
[3].
http://majalahselangkah.com/content/aparat-brutal-tembak-mati-4-warga-sipil-6-dirawat-di-rsud-paniai
[4].
http://majalahselangkah.com/content/-kejar-penembak-polisi-kerahkan-1-576-personil-65-warga-ditangkap-dan-1-ditembak
[5]. Haluk, Markus. Hilangnya Harapan Hidup dan Hak Asasi
Manusia di Papua, 2013
[6]. Dumupa Odiyaipai Yakobus. Mengenal dan Belajar dari
Pemimpin Besar, 2012
Tulisan ini Sudah Pernah di Muat pada media : http://majalahselangkah.com/content/papua-dalam-bidikan-kolonialisme