Foto: Helikopter di Aradide Kab. Pania Papua
Negara-negara Eropa
(Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda) dan Asia (Jepang dan Indonesia hingga
kini menguasai,) mendatangi Papua Barat dalam kurung waktu abad ke 13-19
melalui Maluku, wilayah Kerajaan Tidore dan Ternate terutama untuk misi dagang.
Mereka kendalikan perdaganggan di Papua secara tidak langsung melalui
kesultanan Tidore dan Ternate . Namun, Portugis dan Spanyol tidak berhasil
menguasi pedangang rempah-rempah di Maluku. Spanyol menarik diri pindah ke
Fhilipina dalam tahun 1663. Perdangan mereka di Papua pun berakhir.
Perdangangan Belanda
pun gagal di Maluku bersamaan dengan kepergian VOC pada 1800. Kemudian,
pedangan-pedangan Swasta Belanda mendatanggi, menetap dan berdangan di Maluku .
Belanda sudah tidak memikirkan atau membiarkan Papua wilayah tanpa ada yang
mengaku wilayah kekuasaan Politik. Belanda memikirkan Papua setelah dua puluh
tahun kemudian dengan mendirikan benteng Fort du Bus di Triton, Kaimana pada
24Agustus 1828. Belanda mendirikan benteng demi usaha ekpedisi-ekpedisi
daripada bidang pemerintahan, pendidikan dan kesehatan. Belanda membiarkan
gereja yang mengurus manusiannya.
JP.Droglever,
sejarahwan Belanda mengaku bahwa pemerintah membiarkan urusan pelayanan
kemanusiaan menjadi kewajiban misi Gereja Postestan di wilayah Uatara dan
Katolik di Wilayah Selatan Papua. Gereja jatuh bangun bersama orang Papua.
Gereja mendorong peradaban orang Papua disela-sela kesibukan pemerintah
memikirkan, merancang dan mendeteksi kekayaan alam Papua untuk kemudian
mencurinya melalui korporasi politik Internasional (Amerika, Australia, Belanda
dan Indonesia).
Tahun 1900 Pemerintah
Belanda merencanakan dan melaksanakan sejumlah ekspedisi. Ekpedisi sampai
dengan akhir tahun 1930-an berjumlah sekitar 140 ekpedisi . Tim ekspedisi
mendapatkan sejumlah tantangan dari penduduk Papua. Tim ekpedisi mengambil
kesimpulan, penolakan penduduk asli itu akan berjalan lancar bila wilayah ini
ada dalam kekuasaan penuh pemerintah Belanda ”. Oleh karena itu, Pemerintah Belanda
cetuskan Deklarasi Batavia yang berisi penegasan bahwa Wilayah Nerderlang New
Guinea tidak termasuk wilayah Hindia Belanda pada 1910. Batas Hindia Belanda
dari Aceh sampai Maluku sesuai kekuasaan wilayah kekuasaan Hindia Belanda.
Nederland New Guinea dikatakan berada langsung di bawa pengawasan pemerintah
Belanda di Nederland.
Pada 1921, pemerintah
Belanda Meningkatkan status New Guinea menjadi Asisten Residen dan pada 1923
menjadi satu Keresidenan penuh . Tahun 1931, pemerintah Belanda melancarkan survey
minyak. Berhubungan dengan ekplorasi minyak, pada 1935, sejumlah perusahaan
dari Inggris, Belanda dan Amerika Serikat mendirikan perusahaan Minyak bersama
yang disebut Nenderlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatscppij (NNGPM) dan
melakukan pegeboran minyak di Babo.
Setelah setahun
pendirian NNGPM, pada tahun 1936, Dr. Jean Jacques dari Belanda mengadakan
penelitian di Gunung Biji Ertsberg. Hasil penelitian itu menjadi cikal bakal
PT.Freeport Indonesia menjadi penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia.
Kontrak karya pertama PT. Freeport dengan Indonesia pada 7 April 1967. Kontrak
karya kedua dilakukan pada 30 Desember 1991 dan kontrak karya ke tiga pada 2014
memperpanjang kontrak yang akan berakhir pada 2021 hingga 2041 .
Perjanjian Indonesia
dengan Amerika atas lahan Freeport awal dari kontrak karya sejumlah perusahaan
(pertambangan maupun perkebunan) berskala besar di Papua.
Pada 2002, Indonesia
menjual gas bumi dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG/gas alam cair) Tanggu
ke Fujian-Tiongkok dengan jangka kontrak 25 tahun . Perusahaan ini mulai
dibangun pada 2005. Kepemilikan saham terbesar ada pada British Petrolium (BP)
memiliki 37,16% dan lima perusahaan lain .
Dalam tahun penjualan
gas di Bintuni, warga Paniai menemukan butiran Emas di Degeuwo. Penemuan
butiran emas itu menarik puluhan perusahaan berbodong-bondong ke Degeuwo.
Ratusan masyarakat banjir sebagai penduang maupun pekerjaan perusahaan emas.
Satu perusahaan, dari 36 perusahaan yang mencuri emas Degeuwo berafiliasi
dengan perusahaan emas yang berbasis di Autralia . Perusahaan-perusahaan itu
terus bergerak mencaplok dan mencuri emas Degeuwo di tengah ketidakjelasan atau
tarik ulur izin antara pemerintah dengan masyarakat.
Pada tahun 2010,
pemerintah Indonesia meluncurkan program Food and Energy estate. Program ini
didaratkan di Merauke. Alokasi lahan tanah sekitar dua juta hektare. 46
perusahaan akan mengelolah lahan ini, baik itu untuk perkebunan tebu, padi
maupun perkebunan kayu untuk kebutuhan energi terbarukan . Pemerintah bernafsu menguasi
pasar dan memajukan rakyat namun masalahnya rakyat mana yang hendak pemerintah
majukan? Tentunya rakyat Indonesia menurut definisi UU dasar yang layak dan
pantas menjadi presiden orang asli Indonesia sebelum amandemen pertama.
Masalah penting dari dan
dalam keseluruhan jejak kontrak karya perusahaan yang ada di Papua, siapa
pemilik lahan proyek perusahaan? Negara tentunya mengatakan tanah Papua
dikuasai oleh Negara. Klaim itu membuat pemilik hak ulayat tunduk tidak berdaya
menghadapi kekuatan bedil kapitalis (Amerika, Autralia, Inggris) melalui
Indonesia. Amerika Serikat tanpa malu menandatagani kontrak karya Freeport
dengan Indonesia sebelum PEPERA 1969 ”. Kata lain, Amerika mengakui Papua
bagian dari wilayah Indonesia atas klaim Soekarno sebelum orang Papua
menentukan pilihan bebas.
Kepentingan Amerika dan
kroninya jelas. Ekonomi. Apakah karena itu Amerika dan negera-negara anggota
PBB tidak pernah menyoal pelanggaran hukum, politik dan HAM selama pelaksaan
PEPERA Papua 1969? Apakah Amerika tidak mau mengakui atau malu mengakui
kesalahannya lantaran kepentingan bisnisnya di Papua? Entalah atau itu rahasia
publik dunia. (Mawel)