Foto ist: Pedagang Asogan
Oleh: Andreas Yeimo
Sampai pertengahan 2017 ini, kondisi perekonomian Indonesia
semakin jauh dari harapan. Namun, angka kemiskinan dan pengangguran tetap
tinggi akibat pertumbuhan ekonomi yang terlalu eksklusif. Hanya sebagian
masyarakat yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini. Realita di Ibu Kota menjadi
saksi hidup bahwa kesenjangan sosial semakin tinggi antara si kaya dan si
miskin. Belum selesai dengan masalah perekonomian di negeri sendiri, Indonesia
dihadapkan dengan sebuah tantangan yang besar di tahun 2017 mendatang yaitu MEA
2018.
MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) atau AEC (Asean Economic
Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan
tercapai pada tahun 2017. Tujuan dibentuknya "Komunitas Ekonomi
ASEAN" tidak lain untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan
ASEAN. Membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat. Dengan
diimplementasikannya MEA 2017, Indonesia mempunyai 2 pilihan dalam drama ini,
menjadi aktor utama atau malah menjadi penonton di negeri sendiri. [1]
Dengan kata lain, MEA 2017 bisa mendatangkan keuntungan yang
besar bagi Indonesia. Namun, juga dapat menimbulkan kerugian yang besar pula.
Keuntungan yang didapatkan Indonesia adalah para UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah) akan lebih mudah menjual barang-barang produksinya ke negara-negara
di ASEAN. Liberalisasi perdangangan barang di ASEAN ini menyebabkan
berkurangnya biaya transportasi dan
biaya telekomunikasi para UMKM dengan konsumen. Selain itu, daya saing yang ketat
juga akan mewarnai MEA 2017 seperti yang dilansir dari Ketua Pembina ASEAN
Competition Institute (ACI), Soy Martua Pardede.
Beliau menilai persaingan di pasar bebas ASEAN akan sangat
ketat dan tidak ditemui di regional lainnya semisal Eropa atau Amerika.
Sehingga, mutlak untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Dalam
rangka MEA 2015 ini, berbagai kerja sama
regional untuk meningkatkan infrastruktur ( pipa gas, teknologi informasi )
maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang
bagi perbaikan iklim investasi Indonesia. Terutama dalam melancarkan program
infrastruktur domestik. Seperti koin yang memiliki 2 sisi, Indonesia juga
dihadapkan dengan kerugian-kerugian dari MEA 2016 jika persiapan mengahadapi
pasar bebas ini tidak matang. Hal yang paling ditakutkan adalah kesamaan produk
Indonesia dengan negara lain. Kurangnya standardisasi dan seritifikasi produk
di dalam negeri akan menciptakan peluang bagi produk impor untuk menggempur
perdagangan di Indonesia. Standardisasi dan sertifikasi produk merupakan hal
yang penting guna mencegah kesamaan produk Indonesia dengan negara lain.[2]
Sudah cukup budaya yang diklaim oleh negara tetangga, jangan
sampai makanan pun di akui lagi oleh negara seberang. Kerugian lain yang akan
dihadapi adalah terancamnya daya saing tenaga kerja Indonesia. Jumlah tenaga
kerja yang kurang terdidik di Indonesia masih tinggi. Jika dibandingkan dengan
pengangguran negara tetangga, 80 persen pengangguran Singapura dan Malaysia
adalah lulusan perguruan tinggi dan SMA.
Hal ini mengkhawatirkan karena bisa saja tenaga kerja negara
tetangga mengambil alih lapangan kerja di Indonesia. Cukup sudah Indonesia
mengimpor beras dari negara lain, padahal Indonesia merupakan negara agraris
yang memiliki bahan-bahan pokok yang melimpah. Jangan sampai, tenaga kerja pun
diimpor dari negara-negara tetangga. Dapat disimpulkan bahwa MEA 2017 bisa
mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Namun, jika tidak disiapkan dengan
matang, MEA 2017 akan menjadi boomerang bagi Indonesia. [3]
Keuntungan atau kerugiankah yang akan dialami oleh Indonesia
akan ditentukan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri. Pemerintah
harus segera berbenah diri dalam menghadapi MEA 2017 ini agar Indonesia tidak
hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Kebijakan pemerintah dalam
standardisasi dan sertifikasi produk, peningkatakan mutu tenaga kerja merupakan
persiapan-persiapan yang harus dilakukan agar Indonesia tidak mengalami
kerugian yang besar di MEA 2017 ini. Pemerintah yang akan memegang kunci
kesuksesan MEA 2007.
Penulis Lepas Tinggal di, Kota Kota Kolonial
Refrensi:
[1]. http://www.kompasiana.com/ichakhairunnisa23/mea-2015-menguntungkan-atau-merugikan-perekonomian-indonesia_54f7036da3331168218b45d2
[2].
http://asean.gunklaten.com/2013/06/Pengertian-Komunitas-ASEAN-2015.html
[3].http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=15030&type=6#.U5gnxPkgTKE
[4].MENGHADAPI_ERA_MEA_2015_MELALUI_KEBIJAKAN_REDENOMINASI_Disusun_untuk_Mengikuti_Lomba_Karya_Tulis_Ilmiah_National_Economics_Events_Disusun_Oleh?login=&email_was_taken=trueSelengkapnya
: http://www.kompasiana.com/ichakhairunnisa23/mea-2015-menguntungkan-atau-merugikan-perekonomian-indonesia_54f7036da3331168218b4